Rabu, 22 Oktober 2008
DIK.....
dik! seperti kemarin cerita mengendap itu
Kita lalui dengan meninggalkan pecahan makna
Udara kesedihan, kemarahan, dendam dan gelisah
sering kaususun dalam bayangan kelam lalu
‘ menyusuri kota pahlawan yang lelap dengan cahaya gemerlap
dik! seperti kemarin malam menangis ketika
Pagi menerobos jendela, menebar kehangatan yang jatuh bersama sisa peluh
Angin, daun, ranting dan pohonan menusuk tanah
Lantas kita mengembara sambil menggauli matahari lalu
‘ menyusuri kota yang terbangun dari kelelahan malam tadi
dik! seperti kemarin sunyi itu tetap bau bacin diantara selangkanagan hari
ku curi mimpi itu dengan sunyi hati
dan jangan lupa dik!
Sampaikan salamku rokib dan atib, sebab janji tidak mugkin dipungkiri.
Di detak jam kutitipkan harapan yang panjang
.
MELUKIS SENJA
Senjaku mengalir di sungai getir
Serupa puisi yang sulit unruk di pahami
Duka terbawa ikan ikan ke samudra
Ketika rumput berdzikir di semadi batu batu
Lalu aku kepalkan tangan meninju riaknya
Di situ ada sisa pertaruhan usia
Demi membangun sisa embun yang bertengger di ranting pagi
Simpan harapanmu di bukit bukit, gunung gunung, lembah lembah
Sebab angin tidak menjajikan apapun selain kegetiran
Trotoar, kolong jembata, statsiun, terminal,
Rumah pelacuran bahkan tempat peribadatan
Kubur saja luka itu di pusara cakrawala
Sebab kelam sudah tidak mau menampung jejak penziarah,
Aku mencuri sepi padang rumput
Berharap mengerti pertobatan tanah yang kehilangan ranah
Lalu kulesatkan panah menembus lusuh
Diburu waktu yang kian menderu
Diantara sunyi kau menjelma luka yang kian menganaga
Senjaku mengalir di sungai grtir
Serupa puisi, begitu sulit untuk dimaknai
Berharap duka lari dari ulu hati
Malam menghianati kelamnya
Peluh subuh membangun pertrobatan masa lalu
Kabarkan bahwa aku telah sampai
Walau dengan langkah gontai
Sungguh pahit memaknaimu
Hanya senja ini yang bisa memahami keagunganMu
2007
BLUES KEKOSONGAN
Di pucuk bambu angin membentuk tarian
Matamu berkarat luka rakyat
Kegelisahan membangun keliaran
Manuskrip pemberontakan
Tertata rapi di syair syair kekosongan
Di tegukan ke tiga secangkir teh
Aku membeku
Desau itu masih seperti kemarin
Tidak menjanjikan apapun
Selain melemparkanku ke sunyi sunyi terdahulu
Lalu kunyanyikan kelam,
sambil menjebak biduan dangdut
Demi meredakan dendam
Ketika kata tidak mampu lagi meredam sepi
Puisimu menjadi mimpi, serupa sapuan kuas di serat kanvas
Benarkah kebeningan kata dan warna tersimpan makna?
Ah ! ternyata kita masih terjebak luka !
2007
KOTA KEDUA
Buat: kamu perempuan berkulit putih
Aku terbenam di catatan silam
Ketika segerombolan awan mengutuk langit
Lalu hujan menusuk napas cakrawala
Diantara bianglala yang melukis senja
Dari balik jendela aku melihat
Deretan albasiah berlarian
Mengejar jejak kenangan, lalu
Angin basah mengelus resah
Saat sejuta kunang kunang
Mencuri cahaya bulan setengah hati
Demi kotamu, kekasih!
Kutelan sepi, pun kegetiran malam
Lalu labirin di hati senantiasa memimpin dingin
Dan aku mengabadikan kelam di tapakur bebatuan
Lantas memuisi di pipi sunyi
Serupa halimun kau memeluk gunung dan bukitan
Mengekalkan petobatan rumputan
Saat peristiwa mengepung masa
Kualirkan kesabaran di sungai dan
Semadiku terperangkap muara luka
Lalu musnah ditelan keliaran samudra
Kulesatkan panah rindu,ketika embun jatuh di beranda jiwa
Tahajudku abu pada bebatu sementara sihir malam
Membimbingku menuju ke kedalaman kelam
Dan seperti biasa puisiku berhamburan di kehampaan
Demi kotamu, kekasih!
Kutanam padi di sawah batinmu
2007
MENGEJA NAMAMU KEKASH!
Engky Handoko
Meninggalkan jejak di resah aspal
Membaca angin sehabis bertaruh
Kejenuhan tadi siang
Bulan separo menusuk mataku
Dan sunyi semedi di suluk malam
Tak ada lagi penghianatan sepi
Ketika dingin mengisi waktu
Segala tanya terurai di cakrawala
Mengembara menembus sukma
Tapi kau masih sembunyi. Kekasih!
Aku membeku di kesabaran batu
Lalu gerimis menyeretku ke masa lalu
Sebelum malam berakhir
ingin kualirkan mimpi ke sungai
Mengeja namamu. Mengeja namamu
Kekasih!
2007
GURINDAM
Bumi menyusut dibalut kabut
Ketika gerimis mengetuk pintu malam
Mimpi terusir di lelap tidur
Lalu aku memuisi di kedalaman sunyi
2007
MENJADI HUJAN
Membelah isyarat langit
Kupeluk sawah-sawah keyakinan dengan bajak hatiku
Lalu membiarkan mimpi mencuri kemarau
Membaca daun-daun,mengeja ranting, dan pohonan
Adalah aku yang menjadi
hujan di kesabaran angin
2007
SAJAK LUKA
Mengeja usia di riak ombak
Tertulis bait sejarah ikan-ikan
Lalu nasib dialirkan sungai.
Saat daun-daun kelapa memanah mata senja,
Seperti pasir aku terusir
Angin menikam dingin.
Tanah membakar malam
Dengan serpihan kelam
Batu karang terluka sayap kelelawar
Dimana cakrawala menawarkan papa
Dan puisiku pecah di peluh buih.
2007
SOLILOQUE
Sambil menulis puisi di langit
Dingin kulipat di segelas kata
Kesadaran terlempar ke masa silam
Seperti biasa, akupun
Terjebak luka.
2007
TASIKMALAYA
Di sore bergincu tembaga
Aku mengetuk pintu waktu dan
Puisi terbawa nyanyian mega mega
Sementara kunang kunang bersemedi
Di rambut sunyi.Akupun hilang kata kata
Ketika napas kota tersenggal pesta-pora
Mataku panah bianglala
Yang menawarkan cinta coca cola
Membelah dada disepanjang trotoar jalan
Malaikat kecil dalam gendongan
kumpulkan recehan di jalan pembangunan
Di bawah monumen tanpa kepala
Batin tercabut luka rumput,lupa diri mengabdi,
Retorika tumpah dimeja meja da’wah
Budaya tinggalkan sejarahnya
Seperti sediakala
Bianglalapun tapakur di kota ujur
Manakah kepala dan tanganku
Teriak batu!
Padahal telah kutatah harapan!
Kucangkul kemiskinan!
Aku hanya segelintir pasir di monumen yang terusir.
2007
TAFAKUR
Kekosongan mencukuri tapakur pohonan
Mewarisi luka tanah retak
Ketika matahari dipuncak kemarahan
Dan aku bicara sepi pada sunyi
Di situ syair ketenangan bernyanyi
Mari jadikan tarian Rumi,
Agar kemenangan menjelma pagi!
Wahai angin aku rindu dekapmu
Sebab kehangatan tidak menjanjikan senyum
Selain makna kelam.
2007
KULIPAT LELAH DI RUANG TAMU
Menggedor langit.
Bulan, bintang saling curi pandang.
Meregang syahwat.
Mewarisi cerita, sekerat cinta.
Menjadi gairah tanpa napsu.
Lantas puisiku beterbangan di kehampaan
Kemudian kulipat lelah di ruang tamu.
Kucium aroma kematian
Di lembaran-lembaran koran pagi,
Lalu kubasuh resah di secangkir kopi
Menunggu malaikat datang menepi.
Akulah penyair yang kehilangan makna kata
Luka kian berkarat
Ketika di luar udara berlari kian cepat.
2007
ASMARANDANA
Dari mataku mengalirlah
Sungai keresahan
Dan hari ini
Tidak menjanjikan apapun,
Selain bisu yang menoreh langit tembaga
2007
DI KAFETARIA
DI KAFETARIA
TS. Sumpena
Mencoba menggadaikan jiwa
Pada sebatang kejenuhan saat bicara
Di secangkir kata yang tumpah
Di kursi kafetaria.
Di udara dingin lagu-lagu mengalir
Dan di matamu menggenang danau
Kesedihan.
Di pucuk tahajud, malam menampar sepiku.
Kekasih, jangan bersembunyi di.
Jubah agungmu!
Aku tetap mencintaimu
Dengan segelas anggur merah
Warisan gundah.
2007
Jumat, 17 Oktober 2008
EPISODE 1
Engky Handoko
EPISODE 1
Menghapus kelam dengan
Kesendirian yang mengerak di hati.
Lewat desir angin
Lagu tak ubahnya orkesta tanpa partiture
Mengaduh tentang kemerdekaan pun kematian
Dan lapar jiwa mengering di jantung malam
ketika udara membesi
Di tengah tarian para peziarah
Yang hilang arah.
Lalu dunia menyusut
Dan matahari mendekat
Membakar serta meninggalkan serpihan luka.
: Aku menghisap saripati bumi.
Sambil menanti jeda usia.
2007